Koneksi Antar Materi Modul 3.1 PGP Angkatan 9
3.1.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 3.1
Tujuan Pembelajaran Khusus:
1. CGP
membuat kesimpulan (sintesis) dari keseluruhan materi yang didapat, dengan
beraneka cara dan media.
2. CGP
dapat melakukan refleksi bersama fasilitator untuk mengambil makna dari
pengalaman belajar dan mengadakan metakognisi terhadap proses pengambilan
keputusan yang telah mereka lalui dan menggunakan pemahaman barunya untuk
memperbaiki proses pengambilan keputusan yang dilakukannya.
Perkenalkan nama saya Samsul Huda, S.Pd.I, Saya mengajar di SDN
Salam Babaris 4 Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan. Saya adalah calon Guru
penggerak Angkatan 9 tahun 2024. Pendidikan Guru Penggerak membawa perubahan
besar dalam diri saya terutama dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Diawali oleh modul 1 dan 2. Selanjutnya sampailah saya pada Modul 3.1
Pengambilan Keputusan sebagai berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang
pemimpin.
Materi-materi yang luar biasa saya dapatkan dari 2 modul
sebelumnya. Selama menjalani Pendidikan Guru Penggerak ini saya dibimbing oleh
fasilitator yaitu Ibu Kiki Octavia Aditama, S.Pd yang luar biasa hebat, selalu
membimbing, mengarahkan, memotivasi tiada bosannya dan Pengajar Praktik Angga
Dwi Oktavianto, M.Pd yang sama luar biasanya dalam memberikan motivasi, arahan,
dan bimbingan demi kelancaran dan kelanjutan pendidikan ini.
Pada kesempatan ini saya ingin berbagi informasi tentang
Pengambilan Keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.
Namun sebelum menguraikan materi pengambilan keputusan sebagai pemimpin
pembelajaran mari kita renungkan kalimat bijak berikut ini : “ Mengajarkan anak
menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah
yang terbaik ” (Bob Talbert). Maksud dari pernyataan diatas adalah kita sebagai
guru dalam mengajarkan anak tidak hanya ilmu pengetahuan saja, tetapi ilmu itu
merupakan proses yang sitematis dan terencana yang bisa merasuk kedalam kalbu
si anak, alam pikiran mereka, sehingga berdampak pada perilaku dan karakter si anak
yang beradab selain berilmu.
Seorang guru yang baik, harusnya mampu menjadi teladan yang baik
bagi si anak. Dimana perilakunya bisa dicontoh dan perkataannya bisa dijadikan
pegangan. Jika kita menjadi guru artinya kita siap untuk menjadi suri teladan
bagi anak yang kita ajar maupun seluruh warga sekolah bahkan di lingkungan
tempat tinggal kita sendiri. Selain menjadi teladan, kita sebagai guru harus
mampu berkontribusi bagi peserta didik, setiap keputusan yang diambil haruslah
berpihak pada murid dan nilai-nilai yang dianut. Menjadi guru dan pendidik
artinya menyampaikan kebenaran dan mencontohkan kebaikan.
Hal ini sejalan dengan kalimat bijak berikut ini, “Pendidikan
adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis.” (Georg
Wilhelm Friedrich Hegel). Dalam memahami kalimat bijak tersebut, kita perlu
melihat bahwa Pendidikan merupakan suatu proses menuntun siswa dengan penguatan
karakter, norma - norma sehingga akan menjadi generasi yang memiliki nilai
moral, kebajikan dan kebenaran untuk menjalankan kehidupannya.
Selain itu Pendidikan adalah suatu proses yang sistematis dan
terencana, bukan hanya sekedar mengajarkan murid tentang teori/materi/konten
namun bagaimana semua itu masuk kedalam kalbu alam pikir mereka sehingga semua
akan berdampak pada perilaku dan karakter karena manusia beradab lebih baik
dari orang berilmu. Ilmu yang baik dilandasi juga dengan adab yang baik. Masa
depan si anak yang kita ajar tercermin dari pendidikan yang kita poles seperti
membuat sebuah karya terbaik untuk masa yang akan datang.
Pengalaman pribadi dalam mengikuti kegiatan CGP dan keterkaitan
materi di modul sebelumnya juga menjadi bagian dari pembuatan artikel ini.
Selamat membaca semoga sehat selalu dan dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa.
1.
Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka
memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang
pemimpin?
Patrap
Triloka merupakan semboyan yang dicetuskan Ki Hadjar Dewantara yang berbunyi,
"Ing ngarso sung tulodho. Ing madyo mangun karso. Tut wuri handayani"
Semboyan ini berasal dari bahasa jawa yang memiliki makna filosofis sebagai
pedoman bagi guru ketika mengajar. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia,
maknanya kurang lebih, "Di depan, seorang guru harus bisa menjadi teladan.
Di tengah, seorang guru harus bisa memberikan ide. Di belakang, seorang guru
harus bisa memberikan dorongan". Patrap Triloka ini sangat berpegaruh bagi
guru saat mengambil keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Ing
ngarso sung tulodho berarti setiap keputusan yang diambil oleh guru
haruslah mampu diteladani oleh peserta didik, sehingga ketika guru membuat
sebuah keputusan ia harus yakin keputusan yang ia buat tidak berdampak buruk
bagi muridnya. Keputusan yang diambil harus mampu menjadi acuan bagi peserta
didik andai mereka mengalami hal yang serupa pada kehidupan peribadinya.
Sekolah adalah 'institusi moral' yang dirancang untuk membentuk karakter para
warganya. Seorang pemimpin di sekolah tersebut akan menghadapi situasi di mana
mengambil suatu keputusan yang banyak mengandung dilema secara Etika, dan
berkonflik antara nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar.
Keputusan-keputusan yang diambil di sekolah akan merefleksikan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan akan menjadi rujukan atau teladan
bagi seluruh warga sekolah. Ing madyo mangun karso maksudnya
adalah keputusan yang diambil oleh guru harus mampu menginspirasi bagi peserta
didik. Dan Tut wuri handayani berarti keputusan yang diambil
oleh peserta didik harus mampu menjadi motivasi peserta didik agar menjadi
lebih baik. Dengan adanya pratap triloka ini seorang guru kembali disadarkan
betapa pentingnya posisinya dimata peserta didik. Setiap keputusan yang ia buat
berdampak secara langsung kepada peserta didik. Oleh karena itu setiap guru
harus menyadari betul konsep ini agar tidak salah mengambil keputusan jangan
sampai karena keputusan yang tidak tepat sehingga menjadi kesalahan yang
beruntun. Seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu menganalisis
kasus yang dihadapi apakah bujukan moral atau dilema etika. Bujukan moral
adalah benar lawan salah sedangkan dilemma etika adalah benar lawan benar.
Kasus dilema etika harus mampu dianalisis berdasarkan 3 prinsip yaitu hasil
akhir, peraturan dan rasa peduli, 4 paradigma yaitu Individu lawan masyarakat,
keadilan lawan kesetiaan, peraturan lawan rasa kasihan dan jangka pendek lawan
jangka panjang. Lalu yang terakhir melalui 9 langkah pengujian dan pengambilan
keputusan yaitu, mengenali nilai-nilai yang bertentangan, menentukan siapa yang
terlibat, mengumpulkan fakta-fakta yang relevan, pengujian benar atau salah,
pengujian paradigma benar lawan benar, melakukan prinsip resolusi, investigasi
opsi trilemma, buat keputusan lalu refleksikan. Pengambilan keputusan yang
tepat akan tentunya akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif,
kondusif, aman dan nyaman.
2.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh
kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?
Setiap
guru baginya memiliki nilai-nilai positif yang sudah tertanam dalam dirinya.
Nilai-nilai positif yang mampu mempengaruhi dirinya untuk menciptakan
pembelajaran yang berpihak pada murid. Nilai-nilai yang akan membimbing dan
mendorong pendidik untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai
positif tersebut seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, serta
berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh
ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan
dari dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya benar, berada situasi
dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar
melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara seksama untuk
mengambil keputusan yang benar. Keputusan tepat yang diambil tersebut merupakan
buah dari nilai-nilai positif yang dipegang teguh dan dijalankan oleh kita.
Nilai-nilai positif akan mengarahkan kita mengambil keputusan dengan resiko
yang sekecil-kecilnya. Keputusan yang mampu memunculkan kepentingan dan
keberpihakan pada peserta didik. Nilai-nilai positif mandiri, reflektif,
kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid adalah manifestasi dari
pengimplementasian kompetensi social emosional kesadaran diri, pengelolaan
diri, kesadaran social dan keterampilan berinteraksi social dalam mengambil
keputusan secara berkesadaran penuh untuk meminimalisir kesalahan dan
konsekuensi yang akan terjadi.
Nilai-nilai
yang dimiliki seseorang akan pikiran seseorang dalam suatu keputusan.
nilai-nilai dalam diri akan menentukan cara pandang terhadap situasi atau
masalah, prinsip kita dalam memutuskan sesuatu. Sebagai seorang pembelajaran
guru berpegang teguh pada nilai keberpihakan pada murid, nilai religiusitas,
dan nilai moral kebajikan universal serta nilai tanggung jawab sehingga dapat
menghasilkan keputusan yang dapat ditanggung jwabkan. Nilai-nilai dasar
pengambilan keputusan tersebut akan menjadi landasan yang memperkuat dan juga
cara pandang terhadap masalah sehingga dapat mempertajam analisis terhadap
kasus dilema etika maupun bujukkan moral yang dialami dan memperkuat paradigma
berpikir maupun berpikir kita sehingga kita berani dan percaya diri dan juga
mampu menghasilkan keputusan yang bisa diperbuat.
3.
Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’
(bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses
pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah
kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada
pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut?
Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah
dibahas pada sebelumnya.
Setelah
saya memasuku eksplorasi konsep dan ruang kolaborasi serta elaborasi pemahaman
pada modul 3.1 dengan fasilitator dan instruktur semakin menambah wawasan saya
tentang materi pengambilan dan pengujian keputusan. Yang jadi pertanyaan saya
adalah apakah kesulitan yang dihadapi untuk menjalankan pengambilan keputusan
terhadap kasus pada dilema etika bisa saya laksanakan dengan tepat dengan
berdasarkan pada nilai-nilai kebenaran, berpihak pada murid dan bertanggung
jawab. Tetapi saya yakin dengan keputusan yang diambil tetap harus mampu
menjadi pengajaran yang memerdekakan. Belajar menjadi sesuatu hal yang
membahagiakan dan bermakna baik didalam kelas maupun diluar kelas. Walaupun
setiap keputusan yang diambil harus mampu membuat dampak bagi peserta didik,
sehingga mampu menciptakan sesuatu yang juga berdampak baik pada kehidupannya,
dan lingkungan sekitar sehingga peserta didik kita memiliki adab dan ilmu
sehingga dicintai oleh orang sekelilingnya. Selain itu juga menjadi hamba yang
takut akan Tuhannya sehingga menjadikan diri berperilaku sesuai dengan perintah
Tuhan sang pencipta. Dalam hal ini tugas saya sebagai guru penggerak harus bisa
menginspirasi bagi peserta didik dan lingkungan sekitar dengan keputusan yang
ia ambil. Sebelum mengambil keputusan tentu kita melakukan studi kasus dengan
menggunakan metode coaching. Salah satu model coaching adalah model TIRTA
(Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, dan Tanggung jawab). Model coaching
ini, dapat digunakan seorang guru dalam menuntun murid menemukan potensi yang
dimilikinya. Hal ini dapat memanfaat cara komunikasi positif melalui pertanyaan
yang reflektif, dimana akan menstimulasi murid melakukan metakognisi. Selain
itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga akan membantu
murid berpikir secara kritis dan mendalam. Sehingga, murid dapat mengembangkan
potensinya secara optimal. Dan murid akan mampu mengambil keputusan yang
bertanggung jawab. Melalui coaching keputusan yang telah diambil dapat
dikaji lagi dengan merefleksi kembali apa yang sudah diputuskan. Sebuahputusan
yang dapat dipertanggungjawabkan karena setiap keputusan yang diambil sebagai
pemimpin pembelajaran akan mempengaruhi keberhasilan masa depan murid.
4.
Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial
emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya
masalah dilema etika?
Kemampuan
guru dalam mengelola dan menyadari sosial emosional sangat mempengaruhi
pengambilan keputusan. Dalam mengambil keputusan kita sebagai guru jangan
sampai terbawa perasaan, namun guru menyadari setiap keputusan wajib
berlandaskan pada nilai-nilai kebajikan, berpihak kepada murid dan bertanggung
jawab. Selain kita dapat membedakan dilema etika atau bujukan moral.
Pengelolaan
sosial emosional akan menumbuhkan empati dan simpati bagi kita sebagai
pendidik. Dengan simpati dan empati kita dapat merasakan apa yang peserta didik
alami, dan kita dapat mengidentifikasi permasalahan dengan bijaksana, sehingga
dalam pengambilan keputusan kita dapat menggiring murid menciptakan terobosan
yang inovatif dan kreatif sebagai alternatif solusi dalam setiap pengambilan
keputusan. Dimana keputusan yang diambil menggunakan 4 paradigma dilema etika
yaitu individu vs masyarakat, rasa keadilan vs rasa kasihan, kebenaran vs
kesetiaan dan jangka pendek vs jangka panjang. Pengambilan keputusan juga
berpegang pada 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu prinsip berbasis hasil
akhir, prinsip berbasis peraturan, dan prinsip berbasis rasa peduli. Serta
dipadukan dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
5.
Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau
etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?
Kehidupan
ini tidak akan terlepas dari masalah, entah itu dilema etika maupun bujukan
moral. Kehidupan di lingkungan sekolah lebih lagi, karena berhadapan dengan
orang banyak dan dari latar belakang yang beragam. Seorang guru sangat
memerlukan keterampilan dalam menjalin hubungan sosial dan mengambil sebuah
keputusan. Suatu hal yang lumrah, jika masih mengalami kesalahan jika belum
mendapatkan ilmunya. Melalui pendidikan guru penggerak ini saya bersyukur bisa
mendapatkan ilmu tentang bagaiamana mengambil keputusan yang tepat. Oleh karena
itu, ketika saya harus menghadapi masalah dan diminta mengambil suatu
keputusan, insya Allah akan menggunakan rumus 4,3 dan 9. Saya akan mengkajinya
dengan menelisik nilai-nilai kebajikan mana yang bertentangan, kemudian menelususri
siapa yang terlibat, serta akan melakukan pengujian benar lawan sala, benar
lawan benar, melakukan prinsip resolusi dengan menggunakan 3 prinsip
pengambilan keputusan, akan menginvestigasi apakah unsur opsi trilema, baru
mengambil keputusan, dan yang terakhir mengujinya dengan melihat lagi dan
merefleksi keputusan yang diambil.
6.
Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada
terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Sebagai
seorang guru akan selalu bersentuhan dengan pengambilan keputusan, suka atau
tidak suka. Sebuah pengambilan keputusan diharapkan mampu membuat kondisi aman,
nyaman, dan kondusif. Pengambilan keputusan yang tepat tentu harus dilatih
dengan pedoman yang sesuai instrumen pengambilan keputusan yang berdampak pada
murid di sekolah. Langkah pertama, guru harus mampu membedakan apakah kasus
yang dihadapi merupakan dilema etika atau bujukan moral. Setelah jelas dilema
etika, lakukan pengujian selanjutnya, agar sampai pada pengambilan dan pengujian
keputusan yang telah diambil. Ingat, insturmen yang harus dipegang dalam
mengambil keputusan adalah sembilan langkah dalam pengambilan dan pengujian
keputusan, dimana didalamnya terkandung nilai-nilai universal, empat paradigma
pengambilan keputusan, serta tiga prinsip pengambilan keputusan. Sehingga pada
akhirnya peran guru sebgai pemimpin pembelajaran akan mampu menciptakan
lingkungan positif, kondusif, aman, dan nyaman untuk murid serta lingkungan
sekolah pada umumnya.
7.
Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat
menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah
kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?
Siapapun
didunia ini pasti akan terus menemui masalah dalam peran yang dilakoninya. Guru
salah satunya peran yang menemui masalah dalam kehidupannya baik masalah
pribadi maupun masalah dalam lingkungan rumah atau sekolah. Setiap guru pasti
akan berbeda dalam menangani masalahnya, dimana guru satu dengan yang lainnya
akan berbeda dalam memandang masalah yang dihadapi, tergantung kecerdasan
mengatasi masalah yang dimilikinya. Hal ini akan bertemu pula dengan tahap
pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan,
serta berpihak pada murid. Tentu keterampilan menganalisis setiap kasus yang
dialami akan berpengaruh dengan pengambilan keputusan terhadap kasus yang
dihadapi.
Guru
sebagai pemimpin pembelajaran tidak boleh terjebak, akibat dari kurang mampu
menelaah situasi kasus yang dihadapi. Iya, harus mampu membedakan apakah
bernilai benar dan benar atau bernilai benar dan salah (sebuah dilema etika
atau bujukan moral semata). Pengambilan keputusan harus dilakukan jika kasus
merupakan dilema etika, tentu dengan berpegang teguh pada instrumen yang benar.
Pengambilan keputusan terkadang sulit dilakukan karena terbentur dengan
perubahan paradigma atau budaya yang berlaku di lingkungan sekolah. Kebiasaan
yang menjadi budaya akan tidak mudah diilakukan pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan ini. Harus dengan kehati-hatian, karena akan menyakiti
banyak pihak/ pihak yang terlibat. Tentu disadari atau tidak sebuah keputuasn
tidak dapat mengakomodir kepentingan semuanya, bahkan mungkin akan menyakiti
pihak tertentu. Pengetahuan dan keterampilan dalam pengambilan keputusan yang berpihak
pada murid tentu belum matang sempurna. Minimnya kemampuan ini akan
mempengaruhi keputusan yang akan kami ambil. Namun, kekhawatiran sya tentang
hal ini akan kami benahi denagn selalu belajar dan berpegan pada insturmen yang
tepat dan jelas.
8.
Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan
pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan
pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?
Filosofi
Pemikiran Kihajar Dewantara menitik beratkan kepada menghamba pada anak.
Sehingga anak diberikan kemerdekaan dalam proses belajarnya, kita sebagai
pendidik bertugas untuk menuntun dan memuliakan murid. Perubahan paradigma
tentang pendidikan yang memuliakan murid tentu mempengaruhi pola pengajaran di
kelas. Guru selama ini menuntut terlalu banyak karena tuntutan dari kurikulum
yang luas, akan berubah menjadi menuntun murid dalam mengambil perannya di
kelas. Merdeka belajar intinya belajar yang berpihak pada murid, yang
memperhatikan kebutuhan belajar murid. Oleh karena itu, keputusan yang diambil
sesuai dengan filosofi tersebut mengisyaratkan menemani murid sesuai kemampuan
atau kodrat alam maupun zamannya. Kehadiran guru di dalam kelas, mengajak murid
menyadari potensinya, menambah kepercayaan dirinya, menjadi temannya, serta
menggali potensi terbaiknya. Murid berani mengemukakan pendapatnya, mendesain
tugas projek sesuai bakatnya, mengambil peran aktif di kelas, serta mampu
mengambil keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga, tujuan yang ingin
dicapai yaitu keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya akan dapat
terwujud.
9.
Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan
dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?
Guru
sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan pembelajaran yang sesuai denga
kebutuhan belajarnya dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang
dimiliki. Dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran harus
berpihak pada murid, Bagaimana seoarng guru harus memperhatikan apa yang
dibutuhkan murid. Suatu keputusan yang kita ambil sudah mempertimbangkan
kebutuhan murid maka dapat dipastikan murid mampu menggali potensi yang ada
dalam dirinya.
Apabila
keputusan yang diambil berpihak pada murid, memperhatikan kebutuhan murid, akan
dapat menambah rasa percaya diri murid, ketenangan batin murid dalam menuntut
ilmu, dan pada akhirnya akan berhasil menghadapi setiap tantangan di masa
depannya, tidak mudah menyerah, bijaksana, serta menemukan kesuksesan yang
dapat bermanfaat bagi orang banyak.
10.
Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran
modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?
Banyak
hal yang saya dapatkan dalam mempelajari modul 3.1 tentang pengambilan
keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Saya belajar tentang cara - cara
pengambilan keputusan yang tepat. Dimana keputusan yang diambil berpihak pada
murid, bertanggung jawab yang sesuai dengan nilai – nilai kebajikan universal.
Setiap kita menghadapi masalah jangan terburu buru dalam memutuskannya
hendaknya diperlukan mindfulness, menarik nafas panjang dan menyadarinya. Agar
dapat berpikir jernih dan mengkaji berbagai sudut yang dapat dipertimbangkan
sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal, berkiblat pada sembilan langkah
pengambilan keputusan.
Dengan
banyaknya kita menghadapi masalah akan melatih diri dalam menyelesaiakan atau
menemukan solusi dari masalah tersebut. Keterampilan coaching dan kecerdasan
emosional akan sangat menunjang keberhasilan mengatasi masalah yang dihadapi.
Sehingga, keputusan yang diambil akan dapat dipertanggung jawabkan. Setiap
keputusan tentulah akan berdampak atau tidak akan memuaskan semua pihak, akan
tetapi sepanjang keputusan itu berpihak pada murid, peningkatan mutu
pembelajaran, serta dapat dipertanggung jawabkan, maka lakukan dan ambila
keputusan itu. Keterampilan dalam mencermati masalah,menganalisis kasus jangan
samapi terjebak dengan bujukan moral, dan harus hati-hati dalam menentukan
langkah pengambilan keputusan dari berbagai situasi dan kondisi yang ditemui.
Hal
inipun akan dapat dilakukan apabila paradigma kita sudah sesuai dengan filosofi
Ki Hajar Dewantara yang selaku guru dapat menuntun murid sesuai kodratnya dan
menghamba pada murid. Kajian tentang pembelajaran yang sesuai kebutuhan murid
akan mudah dilakukan jika paradigma ini sudah ada dalam diri guru, serta guru
tersebut memiliki visi dan misi yang jelas berpihak pada murid. Pada akhirnya
akan terwujud generasi yang bijaksana dan bahagia, serta memiliki keselamatan
dunia dan akherat...Generasi berprofil pelajar pancasila.
Kesimpulan
yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul-modul
sebelumnya adalah : Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau skill
yang harus dimiiki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar
Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran. Pengambilan keputusan
harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan
mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well
being). Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh
(mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar pancasila.
Dalam perjalanannya menuju profil pelajar pancasila, ada banyak dilema etika
dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan
pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar
keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.
11.
Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda
pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma
pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah
pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar
dugaan?
Pemahaman
saya dari modul 3.1 ini adalah Ada 4 paradigma pengambilan keputusan Individu
lawan masyarakat kebenaran lawan kesetiaan keadilan VS belas kasihan Jangka
Pendek VS jangka panjang Ada 3 prinsip mengambil keputusan berfikir berbasis
akhir berfikir berbasi aturan berfikir berbasi rasa peduli Ada 9 tahapaan
pengambilan dan pengujian keputusan Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang
salingbertentangan Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi ini Pengujian benar atau
salah (uji legal, uji regulias, uji instuisi, uji publikasi, uji panutan/idola)
Pengujian paradigma benar atau salah Prinsip pengambilan keputusan Investigasi
tri lema Buat keputusan meninjau kembali keputusan dan refleksikan Hal-hal yang
menurut saya diluar dugaan adalah ternyata dalam pengambilan keputusan bukan
hanya berdasarkan sesuai pemikiran saja namun perlu melihat 4 paradigma, 3
prinsip dan melakukan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Selama ini
saya berpikir terlalu cepat dan reaktif sehingga keputusan yang saya ambil
perlu ditinjau kembali agar tidak merugikan banyak orang.
12.
Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan
pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana
pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?
Saya
pernah menerapkan pengambilan keputusan dalam situasi dilemma etika sebelum
mempelajari modul ini dengan situasi dilema etika. Pengambilan keputusan yang
saya lakukan tidak sesuai dengan berpihak pada murid, dimana saya lebih terbawa
perasaan dalam mengambil keputusan tersebut. Rasa kasihan saya lebih besar dari
pada kebenaran yang terjadi sebenarnya. Dan saya juga belum menerapkan 9
langkah pengambilan dan pengujian keputusan, serta 4 paradigma, 3 prinsip .
Sehingga dalam pengambilan keputusan yang saya lakukan jauh berbeda dengan
konsep yang saya pelajari sekarng ini. Selain itu dalam kasus sebelumnya saya
memutuskan suatu kasus selalu memperjuangkan aturan dan sedikit sekali
menerapkan prinsip kepedulian dan tidak pernah melakukan uji regulasi dan ujia
legal dan sebagainya apa lagi melakukan 9 tahapan dalam pengujian hasil
keputusan. Selain itu dalam kasus dilema etika bahkan sering berakibat
lingkungan kurang kondusif karena saya mengambil keputusan tanpa pengujian, kadang
saya juga menggunakan uji panutan atau idola. Prosedur pengambilan keputusan
saya tidak sama persis dengan konsep yang saya pelajari dalam modul, tetapi ada
kesamaan. Ini berarti menganalisis unsur kebenaran lawan salah dan uji panutan
dan idola.Dan juga saya banyak menjumpai kasus dilema etika dan bujukan moral.
Saya langsung memutuskan semua kasus tanpa melakukan pengujian terlebih dahulu.
Semua keputusan hanya didasarkan pada intuisi saya, nilai-nilai saya, dan
pertimbangan saya terhadap orang lain. Setelah saya mempelajari modul ini,
ternyata dalam pengambilan keputusan bukan hanya berdasarkan sesuai pemikiran
saja namun perlu melihat 4 paradigma, 3 prinsip dan melakukan 9 langkah
pengujian pengambilan keputusan.
13.
Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa
yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah
mengikuti pembelajaran modul ini?
Dengan
mempelajari modul 3.1 ini, dimana saya sebagai guru dan pemimpin pembelajaran
merasa lebih mampu dalam mengambil keputusan yang bijak sesuai dengan masalah
dilemma etika atau bujukan moral. Sehingga keputusan yang diambil bisa
dipertanggungjawabkan dan tidak salah langkah, serta tidak merugikan orang
lain. Selain itu, saya harus memiliki kecakapan dalam mengambil suatu keputusan
sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan mampu melakukan tahapan-tahapan
pengambilan keputusan yang tepat serta melibatkan orang-orang atau pihak-pihak
yang berwewenang dalam pengambilan keputusan.
14.
Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai
seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?
Jika ditanya
seberapa penting, maka saya jawab sangat penting. Hal ini dikarenakan modul 3.1
ini sangat membantu saya dalam pengambilan keputusan pada kasus dilema etika.
Secara individu sebagai guru ataupun sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah,
kini saya dapat membuat keputusan yang benar dan efektif serta menghindari
pengambilan keputusan yang ceroboh atau merugikan orang banyak. Sebelum saya
mendapat pengetahuan tentang pengambilan keputusan, saya merasa bahwa banyak
hal dan keputusan yang saya buat tidak didasarkan pada cara berpikir yang jelas
dan terstruktur. Akan tetapi sekarang saya lebih terbantu dalam membuat
keputusan yang tepat. Sekarang saya lebih percaya diri memutuskan segala kasus
baik dilema etika dan bujukan moral dengan menggunakan sembilan langkah
pengambilan keputusan. Saya semakin percaya diri dalam membuat keputusan yang
tepat. Saya akan segera mengimplementasikan keterampilan membuat keputusan
sesuai modul 3.1 dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh akan membutuhkan
lebih banyak latihan dan pembelajaran.
Comments
Post a Comment