KAIDAH-KAIDAH MEMBUAT PANTUN

 Senin , 24 Juli 2023

KAIDAH PANTUN


Resume Ke                        : 13 (tiga belas)

Gelombang                        : 29

Hari / Tanggal                    : Senin, 24 Juli 2023

Tema                                  : Kaidah Pantun

Narasumber                        : Miftahul Hadi, S.Pd

Moderator                           : Gina Dwi Septiani, S.Pd., M.Pd

Oleh                                    : Samsul Huda, S.Pd.I

 

 


Hari ini pertemuan ke-13 Kelas Belajar Menulis Nusantara (KBMN).  Pada kegiatan hari ini dibersamai oleh moderator yang bernama ibu Gina Dwi Septiani, S.Pd., M.Pd dan narasumber bapak Miftahul Hadi, S.Pd Tema yang sangat menarik untuk diikuti di angkatan ke 29 ini yaitu “Kaidah Pantun”.

BIODATA Narasumber malam ini: Nama : Miftahul Hadi, S.Pd, Unit Kerja : SD Negeri Raji 1 Demak, Jabatan: Guru Kelas Surel : miftahulhadi83@guru.sd.belajar.id

Pengalaman : 1) NSBPB Kemendikbudristek Gelombang 3 (2) Guru Penggerak angkatan 5 (3) Finalis Festival Pantun Pendidikan Negeri Serumpun (Kategori Guru) tingkat ASEAN

Organisasi: 1) FPGL PGRI Kabupaten Demak (Sie Pengembangan Karir dan Profesi) (2) Forum Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Demak (Sie Organisasi, SDM dan Kemitraan dengan Pihak Lain) (3) Relawan WIMP PMA (4) Relawan KBMN PGRI

Karya antara lain: 1) Buku solo "Menjaga Tradisi di Masa Pandemi, Kumpulan Pantun dengan Berbagai Tema" (2) Buku solo "Menulis Pantun Itu Mudah, Kumpulan Pantun Siswa Kelas V SD Negeri Raji 1 Demak" (3) Buku antologi "Gurindam Kalbu ASEAN" (4) Buku antologi "Panduan Belajar Menulis Writing Is My Passion" (5) Buku antologi "Senandung Desember Berpantun" (Kurator).

Motto Hidup : Berkarya, berdedikasi, menginspirasi.

Kelas dibuka dengan sebuah pantun oleh ibu moderator izinkan saya menyampaikan sebuah pantun:

Pergi ke pasar membeli delima

Pulangnya mampir ke toko zaitun

Marilah kita sambut bersama-sama

Mas Miftah narasumber Kaidah Pantun

Dibalas oleh narasumber:

 Biji selasih di pohon angsana,

Pokok Bidara berbuah kuini,

Terimakasih kepada Bu Gina,

Membuka acara malam ini.

bapak Miftahul Hadi, S.Pd menyampaikan “Berbicara soal pantun, pasti ingatan kita langsung tertuju pada saudara kita di pulau Sumatera yaitu suku bangsa Melayu.”

Namun sebenarnya pantun tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut Suseno (2006) di Tapanuli, pantun dikenal dengan nama ende-ende.

Contoh:

Molo mandurung ho dipabu,

Tampul si mardulang-dulang,

Molo malungun ho diahu,

Tatap siru mondang bulan.

Artinya:

Jika tuan mencari paku,

Petiklah daun sidulang-dulang,

Jika tuan rindukan daku,

 

Sedangkan di Sunda, pantun dikenal dengan nama paparikan.

Contoh:

Sing getol nginam jajamu,

Ambeh jadi kuat urat,

Sing getol naengan elmu,

Gunana dunya akhirat.

Artinya:

Rajinlah minum jamu,

Agar kuatlah urat,

Rajinlah menuntut ilmu,

Berguna bagi dunia akhirat.

 

Pada masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan sebutan parikan.

Contoh:

Kabeh-kabeh gelung konde,

Kang endi kang gelung Jawa,

Kabeh-kabeh ana kang duwe,

Kang endi sing durung ana.

Artinya:

Semua bergelung konde,

Manakah yang gelung Jawa,

Semua telah ada yang punya,

Mana yang belum dipunya.

Pantun telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014. Menyusul pada tanggal 17 Desember 2020 pantun ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada sesi ke 15 intergovernmental comittee for the safeguarding of the intangible cultural heritage. Dengan penetapan tersebut, bukan berarti kita tidak perlu berbuat apa-apa lagi, justru untuk terus memelihara sebagai warisan budaya tak benda dunia, pantun harus terus dikaji, ditulis sehingga terus lestari di masyarakat. Pantun seringkali kita dengar saat pidato atau sambutan. Namun yang membuat khawatir adalah pantun digunakan untuk mengolok-olok, ujaran kebencian seperti yang sering kita saksikan di acara televisi.

Berikut beberapa definisi mengenai pantun:

1.        Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019).

2.        Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019)

3.        Pantun termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020)

 

Selain untuk komunikasi sehari-hari, pantun juga dapat digunakan dalam Sambutan pidato, menyatakan perasaan, lirik lagu, perkenalan maupun berceramah/dakwah. Untuk mengembalikan Marwahnya, pantun memiliki fungsi antara lain Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun juga melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

Berdasarkan definisi di atas, mari kita kenali ciri-ciri pantun yaitu:

1.        Satu bait terdiri atas empat baris

2.        Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata

3.        Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata

4.        Bersajak a-b-a-b

5.        Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang

6.        Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud

Perbedaan antara Pantun, syair dan gurindam:



Contoh syair: 4 baris, sajak A-A-A-A

Ke sekolah janganlah malas,

Belajar rajin di dalam kelas,

Jaga sikap janganlah culas,

Agar hati tak jadi keras.

Contoh gurindam: 2 baris, sajak A-A

Jika selalu berdoa berdzikir,

Ringan melangkah jernih berpikir.

Usahakan dalam memilih kata untuk Rima, jangan hanya satu huruf akhir yang sama bunyinya. Minimal dua atau tiga huruf. Tips selanjutnya, dalam membuat pantun akan lebih mudah jika menulis baris ketiga dan keempat terlebih dahulu.

Contoh:

1. Tahu, bahu, perahu, suhu.

2. Baik, naik, Daik, asyik.

3. Cinta, pelita, kata, jelita, kota.

4. Datang, petang, batang, kentang.

5. Suka, cempaka, cuka, Malaka.

Perbendaharaan kata bermanfaat agar Rima bisa sama. Karena sejatinya pantun menonjolkan keindahan kataJika bapak ibu membuat pantun, usahakan menghindari penggunaan nama merk dagang, nama orang.

Pada sesi tanya jawab muncul pertanyaan antara lain:

Pertanyaan: 1. Apakah jumlah kata dalam pantun, baik sampiran dan isi harus sama? atau yang terpenting akhirannya sama?

2. Mohon pengalaman Bapak dalam mengajarkan atau mengenalkan pantun untuk didiknya.

Jawab: 1. Silakan cermati kembali ciri-ciri pantun. Alangkah lebih baiknya jika dalam pantun memakai empat atau lima kata. Mengapa demikian? Karena terkait jumlah suku kata yang akan dihasilkan.

 

2. Pengalaman mengajarkan pantun untuk anak didik. Sebelum mengenalkan pantun, saya perbanyak perbendaharaan kata. Misal setiap jam istirahat atau pulang sekolah, saya memberi tebakan. Carilah kata yang memiliki bunyi sama. Jika perbendaharaan kata murid sudah lumayan banyak, baru kita kenalkan pantun.

 

Pertanyaan: awalnya saya kira berpantun ini cukup mudah, karena kadang mendengar mc dengan gampangnya merangkai kata,

setelah saya tau ada ciri khusu untuk pantun, ternyata pantun tidak semudah yang dibayangkan.

 ada ilmu hitung nya juga..

 pak apakah rima itu harus nyamain kata belakangnya saja?... depan tidak diperhitungkan?...

Jawab: Hai Bu Aripa di Jambi

Pada kelas malam ini saya memang sengaja mengenalkan Rima belakang atau Rima akhir saja. ( Agar bapak ibu memahami dengan betul apa itu pantun)

Ada juga Rima yang lain (Rima tengah dan akhir, Rima awal, tengah dan akhir serta Rima lengkap?

Pada pesan penutup Pesan terakhir bapak Miftahul Hadi, S.Pd memberikan motivasi Fokus pada satu hal yang dikuasai. Teruslah berkarya, berdedikasi dan menginspirasi.

Alhamdulillah Masya allah sangat luar biasa menginspirari materi malam ini terimakasih tim solid am jay khususnya ibu Gina Dwi Septiani, S.Pd., M.Pd dan narasumber bapak Miftahul Hadi, S.Pd Jazakumullohu ahsanal Jaza’.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

MENULIS BUKU CERITA DIGITAL PENGERTIAN, FUNGSI, KELEBIHAN DAN APLIKASI UNTUK MEMBUAT E BOOK

Memanfaatkan Blog Sebagai Media Pembelajaran

Tugas 1